PERDATA

Hukum Kepailitan

Apa yang dimaksud dengan Kepalitan, Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Kepailitan berasal dari kata dasar “Pailit. Pailit adalah segalan sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa keadaan berhenti membayar utang-utang Debitor yang telah jatuh tempo. Pengertian utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU mengatur prosedur hukum acara permohonan pailit maupun permohonan penundaan pembayaran utang diselesaikan dengan cara cepat dan sederhana. Sederhana dalam arti persyaratan untuk dinyatakan pailit cukup dengan terbuktinya syarat-syarat dari prima facie kepailitan, yaitu Debitor terbukti memiliki dua Kreditor atau lebih dan terbukti Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. Jika kedua syarat tersebut terpenuhi, permohonan pailit wajib diputuskan oleh pengadilan niaga dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari.

Dalam Kepailitan ada beberapa pihak yang terlibat, yaitu: Debitor adalah adalah orang atau badan hukum maupun yang bukan badan hukum yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasaanya dapat ditagih dimuka umum Pengadilan dan Debitor pailit yaitu yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan. Kreditor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka Pengadilan. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perserorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor pailit di bawah pengawasan Hakim pengawas. Dan yang terakhir, Hakim pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.

Selanjutnya terdapat beberapa jenis Kreditor menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) menjelaskan apa yang di maksud dengan “Kreditor” adalah Kreditor konkuren, Kreditor Sparatis maupun Kreditor preferen. Khusus mengenai Kreditor separatis dan Kreditor preferen, mereka dapat mengajukan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan dan kebendaan yang mereka miliki terhadap harta Debitor dan haknya didahulukan.

Apa yang dimaksudkan Hak istimewa (privilege) dari Kreditor preferen diatur dalam pasal 1134 ayat (1) KUHPerdata, yaitu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi dari pada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Makna yang terkandung dalam Pasal 1134 ayat (1) KUHPerdata adalah Kreditor preferen lebih tinggi kedudukannya dari Kreditor lainnya dikarenakan undang-undang sendiri memberikan perlakuan istimewa. Pasal 60 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU mengistimewakan tata cara pembayaran utang kepada Kreditor preferen yang menempatkan tingkatan kedudukan Kreditor preferen lebih tinggi dari pada Kreditor separatis. Dalam penjelasan Pasal 60 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU dijelaskan bahwa “yang dimaksud dengan Kreditor yang diistimewakan adalah Kreditor pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata.

Apa yang dimaksud dengan Kreditor separatis lahir dari hukum jaminan, maksudnya Kreditor separatis adalah hak yang didapat Kreditor pemegang hak jaminan yang kedudukannya sangat kuat, hak Kreditor separatis kedudukannya tidak dapat dikalahkan oleh Kreditor-Kreditor lainnya yang bukan Kreditor pemegang hak jaminan. Kreditor separatis kedudukannya juga lebih tinggi dari Kreditor istimewa berdasarkan sifat piutangnya. Adapun Kreditor separatis ini berhak untuk melakukan eksekusi berdasarkan kekuasaannya sendiri yang diberikan oleh Undang-undang sebagai perwujudan dari Kreditor pemegang hak jaminan untuk didahulukan (preference) dari para Kreditor lainnya. Pembayaran piutang Kreditor separatis dilakukan berdasarkan hak istimewa yang diatur dalam Pasal 1133 ayat (1) KUHPerdata dan Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.

Dan apa yang dimaksudkan dengan Kreditor Konkuren adalah Kreditor yang piutangnya tidak dijamin dengan hak kebendaan seperti, gadai atau hak tanggungan. Karena piutangnya tidak dijamin dengan hak kebendaan dari Debitor, piutang para Kreditor konkuren diambil pelunasannya dari penjualan barang-barang Debitor yang masih ada yang tidak terikat sebagai jaminan piutang Kreditor separatis maupun dari sisa hasil penjualan barang jaminan setelah dikurangi dengan pembayaran piutang Kreditor preferen dan piutang Kreditor separatis. Keberadaan dari Kreditor konkuren dalam pratiknya lahir dari perikatam-perikatan tidak tertulis atau tertulis tapi tanpa jaminan. Dalam hal Debiotor dinyatakan pailit, Kreditor konkuren memiliki kedudukan yang tingkatannya sama dengan Kreditor konkuren lainnya dan dibayar menurut keseimbangan (pari pasu). Pembayaran Kreditor konkuren yang dibayarkan bagiannya ditentukan oleh Hakim pengawas, Pasal 189 UU Kepailitan dan PKPU.

Di dalam Kepailitan terdapat beberapa prinsip umum yang lazim biasa digunakan dalam hukum kepailitan diantaranya “ prinsip paritas creditorium” dan “prinsipi pari pasu proprata parte”. Prinsip paritas creditorium (kesetaraan kedudukan para Kreditor) menentukan bahwa Kreditor mempunyai hak yang sama terhadap semua harta benda Debitor. Apabila Debitor tidak membayar utangnya, maka harta kekayaan Debitor menjadi sasaran Kreditor. Prinsip paritas creditorium mengandung makna bahwa semua kekayaan Debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang yang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai Debitor dan barang-barang dikemudian hari akan dimiliki Debitor terikat kepada penyelesaian kewajiban Debitor.

Prinsip pari passu prorata parte berati bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para Kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali jika antara para Kreditor itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya. prinsip ini menekankan pada pembagian harta Debitor untuk melunasi utang-utangnya terhadap Kreditor secara lebih berkeadilan dengan cara sesuai dengan proporsinya (pond-pond gewijs) dan bukan dengan cara sama rata.

Untuk perlindungan Debitor dan Kreditor, Undang-undang kepailitan dibentuk untuk memberikan perlindungan kepada Kreditor apabila Debitor tidak membayar utang-utangnya, Kreditor diharapkan dapat memperoleh akses terhadap harta kekayaan dari Debitor yang dinyatakan pailit, hal tersebut karena Debitor tidak mampu lagi membayar utang-utangnya. Namun perlindungan Kreditor tidak boleh sampai merugikan kepentingan Debitor yang bersangkutan. Pemberian perlindungan yang seimbang bagi pihak Kreditor maupun bagi Debitor (perusahaan). Perlunya diberikan perlindungan hukum bagi Kreditor karena kepentingan bagi Debitor maupun Kreditor tidak berbeda, apabila ditinjau keduanya sama-sama mempunyai stake holder. Apabila stake holder yang menderita kerugian tersebut, yang merupakan investor-investor penting, maka akan sangat berpengaruh bagi kelangsungan dunia perekonomian di Indonesia. Perlindungan bagi Kreditor maupun Debitor yang dinyatakan pailit tersebut diatur dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU yang terdapat dalam Pasal 8 ayat (7), Pasal 10, Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 72.

L&L Law Firm adalah sebuah Kantor Hukum yang mampu menangani perkara Kepalitan. L&L Law Firm akan membantu anda dalam menyusun gugatan atau dalam menyusun jawaban dalam Permohonan Kepailitan yang diajukan. Untuk jasa hukum dan konsultasi terkait dengan hukum Pidana silakan hubungi Whatsapp

Sumber :

  1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan;
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
  3. H.Zaeni Asyhadie, SH., M.Hum & Budi Sutrisno, SH., M.Hum, HUKUM PERUSAHAAN & KEPAILITAN (Jakarta, Erlangga, 2012);
  4. Elyta Ras Ginting, SH., LL.M, HUKUM KEPAILITAN, PENGURUSAN dan PEMBERESAN HARTA PAILIT (Jakarta, Sinar Grafika, 2019);
  5. Ivida Dewi Amrih Suci, SH., MH & Prof. Dr. Herowati Poesoko, SH., MH, HUKUM KEPAILITAN, Kedudukan dan Hak Kreditor Separatis atas Benda Jaminan Debitor Pailit (Yogyakarta, Laks Bang, 2016);
  6. Dr. M. Hadi Shubhan, SH., MH., CN, HUKUM KEPAILITAN, Prinsip, Norma dan Pratik di Peradilan (Jakarta Kencana, 2014).