Hukum Pidana khusus tindak korupsi adalah hukum Pidana yang dengan sengaja telah dibentuk untuk mengatur tindak Pidana korupsi, antara lain: memberi atau menjanjikan dan memberi sesuatu, menerima hadiah atau janji, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, penyalahgunaan kewenangan, turut serta dan/atau memberi bantuan.
Terhadap Kerugian Negara
Terhadap dakwaan dan tuntutan terkait dengan kerugian negara, terdapat 4 kategori kerugian keuangan negara: paling berat, berat, sedang dan ringan dan terdapat 3 kategori terkait tingkat kesalahan, dampak dan keuntungan : tinggi sedang dan rendah. Perkara tindak Pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara atau perekonomian negara dilihat dari nilai dampak kerugian dan pemanfaatan dari barang dan/atau jasa.
Dalam hal kerugian negara ada empat (4) cabang yang menunjukan antara perbuatan melawan hukum, Pertama, penerimaan (receipt), penerimaan ini terkait erat dengan dana atau harta kekayaan yang seharusnya mauk ke kas negara, tetapi tidak jadi karena adanya unsur korupsi dari seserorang. Kedua, pengeluaran (expenditure), kerugian keuangan negara terjadi karena pengeluaran negara yang dilakukan lebih dari seharusnya, atau pengeluaran negara seharusnya tidak dilakukan dan/atau pengeluaran negara dilakukan lebih cepat. Ketiga, aset, sumber kerugian keuangan negara yang berkaitan dengan aset meliputi pengadaan barang (dan jasa), pelepasan aset, pemanfaatan aset dan penempatan aset. Bentuk kegiatan yang terkait dengan kerugian keuangan negara berupa pengadaan barang dan jasa berupa : mark up, harga lebih mahal dikarenakan harga yang dipasok dibawah persyaratan, syarat penyerahan barang lebih istimewa, syarat penyerahan barang yang lebih baik tetapi syarat-syarat lainnya tetap seperti kualitas, kuantitas dan syarat penyerahan barang tetap. Keempat, kewajiban, yaitu perikatan yang menimbulkan kewajiban nyata, kewajiban bersyarat yang menjadi nyata dan kewajiban tersembunyi. Dalam perikatan yang menimbulkan kewajiban nyata, dokumentasinya terlihat sah tetapi isinya sebenarnya bodong, dimana transaksi istimewa diselipkan di antara transaksi normal karena mengetahui bahwa transaksi ini akan bermasalah.
Terhadap Suap / Gratifikasi, Menerima Hadiah dan Janji
Secara konseptual, suap diartikan sebagai pemberian hadiah atau janji kepada seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri yang berhubungan dengan adanya jabatannya. Suap disepadankan dengan delik jabatan karena suatu pemberian atau janji pasti berhubungan dengan jabatan seseorang, jabatan disini dibatasi hanya pada jabatan publik dan tidak termasuk jabatan di sektor swasta. Gratikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh. Pengertian ini bersifat umum karena pemberian tersebut tidak ditunjukan kepada pihak/status penerima. Gratifikasi juga masih digantungkan kepada ada tidaknya layanan atau manfaat yang diperoleh. Apabila suatu layanan atau manfaat belum diperoleh maka pemberian tersebut belum dilakukan pemberian. Suap / Gratifikasi, Menerima Hadiah dan Janji dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 12 huruf a, b, c dan d, serta Pasal 13. Ada beberapa karatkter delik, antara lain : Pertama, ada meeting of mind (bertemunya kehendak pemberi dan penerima untuk melakukan suap) antara pemberi suap dan penerima suap. Perkara suap menggunakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP khusunya tentang turut serta melakukan (medeplegen) yang mensyaratkan terbuktinya dua kesengajaan yaitu kesengajan untuk melakukan kerjasama dan kesengajaan untuk memunculkan suatu akibat delik secara bersama-sama. Kedua, niat untuk melakukan perbuatan yang dilarang terjadi sebelum suap dilakukan. Dalam delik gratifikasi niat untuk melakukan terjadi setelah pegawai negeri atau penyelengara negara menerima gratifikasi. Ketiga, objek suap adalah hadia atau janji, yang bisa diartikan sebagai segala suatu barang yang menilai ekonomis atau bahkan tidak bernilai ekonomis. Janji pada umunya terkait syarat dilakukannya perbuatan. Janji baru ditunaikan oleh pemberi suap jika penerima suap telah melakukan sesuatu. Jadi kalau barang sifatnya ante factum (sebelum terjadinya), sedangkan janji post factum (akibat timbulnya peristiwa).
Tertangkap Tangan / Operasi Tertangkap Tangan (OTT)
KUHAP telah menegaskan apa yang dimaksud dengan Tertangkap Tanganpada Pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: “Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tinda pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah digunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. Bila kriteria-kriteria tersebut tidak terpenuhi maka delik menerima hadiah tidak terpenuhi dan operasi tangkap tangan yang dilakukan bertentangan dengan Pasal 1 ayat 19 KUHAP.
Selanjutnya terkait dengan pembuktian, menurut Adami Chazawi, system pembebanan pembuktian terbalik (omkering van bewijslast = shifting burden of proff = reseversal of the burden of proff) dalam hukum Pidana korupsi Indonesia. Diadopsi dari hukum pembuktian perkara korupsi dari negara-negara anglo saxon, seperti Inggris, Singapura dan Malaysia. System pembenanan pembuktian terbalik hanya diterapkan pada tindak Pidana yang berkenan dengan gratification yang berhubungan dengan suap. System ini berpijak pada asas “praduga bersalah” (presumption of guilty).
Terdapat hak pembelaan pada Pasal 37 menyatakan, “terdakwa berhak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak Pidana korupsi” (ayat1). “Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindakan Pidana korupsi, maka pembuktian tersebut digunakan oleh pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti” (ayat2).
L&L Law Firm adalah sebuah Kantor Hukum yang mampu menangani berbagai macam kasus dalam Tindak Pidana Khusus Korupsi. Dalam hal penangan kasus tindak Pidana korupsi, L&L Law Firm akan melakukan pendampingan dan pembelaan hak-hak dari Tersangka dan/atau Terdakwa dan mengungkap fakta-fakta hukum terkait dengan unsur-unsur dalam pasal-pasal yang disangkakan atau pasal-pasal yang didakwakan dalam penuntutan. Untuk jasa hukum dan konsultasi terkait dengan hukum Pidana silakan hubungi Whatsapp
Sumber :
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
- Peraturan mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Udang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
- Adami Chazawi, Edisi Revisi, HUKUM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Malang, Media Nusa Creative, 2018);
- Mahrus Ali dan Deni Setya Bagus Yuherawan. DELIK-DELIK KORUPSI (Jakarta, Sinar Grafika, 2021)